Labels

Rabu, 26 Mei 2010

Komplek Hunian Terapung Pertama Di Dunia Nangkring Di Indonesia

Konsep Komplek Hunian terapung untuk korban gempa Sumbar. (Foto:  vivanews.com) SUMBAR (Berita SuaraMedia) - Relokasi warga korban gempa di tepian Danau Maninjau di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat, menghabiskan dana Rp 50 miliar.

Dana sebesar itu digunakan untuk membangun 798 unit rumah terapung bagi 3.802 warga yang saat ini masih mengungsi di tenda darurat.

Menurut Zukri Saad, pelopor dan pencetus ide pembangunan hunian terapung di Danau Maninjau, 22 hektare kawasan danau akan dimanfaatkan sebagai lokasi hunian yang dilengkapi fasilitas umum dan fasilitas sosial.

"Ide ini baru satu-satunya ada di dunia, dan konsep ini yang pertama," kata Zukri Saad saat berdiskusi di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Padang, Selasa 25 Mei 2010.

Dalam presentasinya, hunian cantik ini dilengkapi fasilitas kesehatan, sekolah, pasar terapung, dan tempat ibadah yang terintegarsi dalam satu kawasan hunian terapung.

Hunian terapung ini juga dilengkapi dengan taman bermain anak-anak. Bahkan lokasi ini juga dilengkapi dengan hotel terapung yang bisa dimanfaatkan para wisatawan.

Komplek hunian terapung ini dicetuskan karena lokasi pemukiman warga di Tanjung Sani dan Malalak, Kabupaten Agam, sudah tidak layak huni.

Rekomendasi Badan Geologi Departemen ESDM, pemukiman di sekitar alur sungai di Kenagarian Tanjung Sani, Kecamatan Tanjung Raya, tidak layak huni karena berpotensi longsor dan banjir bandang.

Relokasi dilakukan berdasarkan desakan tim geologi yang menyatakan bahwa lokasi tersebut tidak layak huni dan berpotensi menjadi kuburan massal.

Pasca gempa 7,9 Skala Richter yang mengguncang Sumbar akhir September lalu, rumah masyarakat, sarana pendidikan dan rumah ibadah, merupakan tiga objek yang paling parah dihajar gempa melanda Sumatera Barat. Sedikitnya 238 ribu unit rumah masyarakat mengalami kerusakan. Hampir 50 persen di antaranya tak bisa digunakan lagi.

Berdasarkan data resmi Satkorlak Sumbar dari 238 ribu rumah yang rusak itu, sebanyak 122 ribu unit lebih termasuk dalam katagori rusak berat dan tidak dapat dihuni kembali oleh masyarakat. Dan yang lainnya, 100 ribuan unit rumah, masuk katagori rusak sedang dan ringan.

Diperkirakan, pembagunan satu unit rumah terapung berukuran sekitar 6 x 8 meter ini menghabiskan biaya Rp 36 juta hingga Rp 40 juta. Sedangkan pembangunan hotel di lokasi hunian terapung, menurut Zukri Saad, akan diserahkan ke investor.

Sejauh ini, Ikatan Alumni ITB telah bersedia menyanggupi anggaran sebesar Rp 10 M untuk merealisasikan hunian terapung. Sejauh ini program hunian terapung tersebut telah disampaikan ke pemerintah daerah.

"Pemerintah menyetujui, tapi belum mengarah ke pencairan dana sebesar Rp 40 M yang dibutuhkan untuk memulainya," ujarnya. Relokasi ini tentunya tidak bebas dari persoalan karena masyarakat akan memulai hidup baru di rumah terapung yang sebelumnya tidak pernah terjadi. (ar/vs/sgk) www.suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar